Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Riau Jadi Narasumber Dalam Rakorda Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
PEKANBARU -- Dalam meningkatkan Koordinasi dan kinerja kelembagaan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten/Kota dalam dalam upaya pencapaian 95% penemuan kasus, 95% kasus mendapat pengobatan, 95% terjadi undetected virus HIV menuju tahun 2030, KPA Provinsi Riau melaksanakan Rapat Koordinasi Daerah KPA se Provinsi Riau Tahun 2022.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome yang merupakan kumpulan gejala dan tanda yang diakibatkan hilang atau berkurangnya kekebalan tubuh yang disebabkan virus HIV.
HIV AIDS adalah penyakit menular yang kronis, dapat ditularkan melalui darah, cairah tubuh dan Ibu ke anak.
Di Indonesia endemi HIV/AIDS terapat di semua provinsi dan 90% Kabupaten/Kota dengan kateristik faktor resiko paling besar adalah melalui hubungan heteroseksual.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat hingga Oktober 2022 telah ditemukan 8.034 ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) di Provinsi Riau. Dimana 3.711 orang saat ditemukan sudah stadium AIDS.
Sekretaris KPA Provinsi Riau, dr. Sri Suryaningsih, M.Sc mengatakan tujuan rapat ini merupakan untuk menyatukan pemahaman dalam menanggulangi HIV/AIDS.
Kepala Perwakilan (Kaper) BKKBN Provinsi Riau Dra. Mardalena Wati Yulia, M.Si berkesempatan sebagai Narasumber pada rapat ini yang bertempat di Ballroom Hotel Aryaduta Pekanbaru pada tanggal 18 November 2022.
Materi yang disampaikan Kaper yaitu Dampak serta Kaitan HIV dengan Stunting pada Baduta.
“Seseorang yang terpapar HIV/AIDS malas makan, kalau sudah malas makan tentunya gizi tidak terpenuhi, apa jadinya nanti jika seorang Ibu misalnya, dia akan menjadi calon Ibu, akan melahirkan sementara kondisinya terpapar HIV AIDS. Secara garis besar itulah kaitannya HIV/AIDS dengan Stunting,” ucap Kaper.
Ditambahkannya, gejala khas yang dapat ditemui pada pasien HIV/AIDS dapat mengalami kekurangan gizi adalah penurunan berat badan yang drastis akibat rusaknya dinding usus sehingga penyerapan nutrisi dan makanan tidak berjalan optimal.
Dilihat dari sisi virusnya, virus HIV akan merusak vili dan mikrovili di usus, sehingga penyerapan zat gizi terganggu dan akhirnya akan menyebabkan kondisi malnutrisi atau kekurangan nutrisi.
“Dampak yang terjadi jika kondisi malnutrisi pada pasien HIV-AIDS tidak dapat teratasi, maka apabila ODHA dalam kondisi hamil, maka beresiko melahirkan anak stunting,”ucap Kaper.
Terakhir, Kaper menyampaikan untuk mencegah terjadinya stunting, perlu dilakukan Promosi dan KIE Pengasuhan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), memberikan pengetahuan yang komprehensif kepada remaja sebagai calon PUS tentang penyiapan kehidupan berkeluarga dan perannya sebagai calon orangtua dalam menghasilkan generasi/SDM yang berkualitas, memulai dari remaja dengan pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual diharapkan menjadikannya terhindari dari perilaku seksual berisiko yang dapat berdampak pada berkurangnya peluang untuk menjadi remaja yang berkontribusi dalam pembangunan.(RLS)
Komentar Anda :