PEKANBARU -- Jumlah kasus stunting sebagai dampak kurang gizi dalam jangka waktu panjang pada balita di Indonesia masih melampaui batas yang ditetapkan WHO. WHO memnetapkan prevalensi stunting di bawah 20 persen.
Berdasarkan data hasil SSGI 2021, prevalensi stunting Indonesia menunjukkan penurunan dari 27,7% di tahun 2019 menjadi 24,4%. Hal ini masih jauh di atas angka yang dicanangkan oleh presiden RI yakni 14 % pada tahun 2024 mendatang.
Untuk itu dibutuhkan kerja keras semua pihak untuk mempercepat penurunan angka tersebut. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Riau, Dra. Mardalena Wati Yulia M.Si, saat menghadiri acara Implementasi ELSIMIL tingakat provinsi riau (9/6).
Dikatakannya saat ini hanya Kota Pekanbaru yang menjadi satu-satunya kota dari 12 kabupaten kota di riau yang telah memenuhi standard baik angka yang dicanangkan oleh presiden maupun yang diperkenankan oleh WHO yakni 11.4 persen.
“Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting , BKKBN telah ditunjuk sebagai leader pelaksana program pemerintah ini. Saat ini hanya pekanbaru yang telah berada di bawah angka 14 persen yakni 11.7 persen. Sementara provinsi riau berdasarkan data SSGI 2021 Stunting di riau masih 22.3 persen. Jika merujuk standart dari WHO kita masih berada di atas, karena standard dari WHO di bawah 20%,” terang Mardalena.
Lebih lanjut disampaikan Mardalena bahwa upaya percepatan harus dilakukan meskipun ini merupakan pekerjaan berat. Jika menilik ke belakang hasil kinerja penurunan stunting di dua tahun belakngan hanya mampu menekan 1.6 persen saja. Namun dengan adanya kerjasama berbagai pihak maka capaian target akan mudah dicapai.
“Mungkin bisa dikatakan ini pekerjaan berat, karena pengalaman dua tahun belakangan kemaren kita hanya mampu menurunkan satu koma enam digit. Sekarang kita sudah berada di pertengahan tahun 2022, artinya tahun 2024 tidak berapa lama lagi sementara kita provinsi riau dengan angka 22.3 persen harus turun ke angka 14 persen. Sementara jika melihat data di kabupaten kota di riau baru hanya satu kota yang lolos yaitu pekanbaru pada angka 11.7 persen. Nah ini artinya perlu kerjasama kita semua,” sambungnya.
Melihat Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, dan Peraturan Kepala BKKBN RI Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI), ada lima amanat yang diberikan kepada bkkbn diantaranya menyediakan data keluarga beresiko stunting serta pendampingan keluarga.
Untuk pendampingan keluarga telah terbentuk tim pendamping keluarga yang terdiri dari bidan desa, kader KB, dan Kader PKK berjumlah 10.674 orang yang bertugas mendampingi keluarga di riau, termasuk memberikan pengetahuan terkait stunting.
Data SSGI 2021 merilis hasil survey-nya dari 12 kabupaten/kota di Riau, penyumbang terbesar stunting adalah Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) sebesar 29,7 persen. Di urutan kedua, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) 28,4 persen, diikuti Rokan Hulu (Rohul) 25,8 persen, Kampar 25,7 persen, Indragiri Hulu (Inhu) 23,6 persen, Kepulauan Meranti 23,3 persen, Kota Dumai 23 persen, Kuantan Singingi (Kuansing) 22,4 persen, Bengkalis 21, 9 persen, Pelalawan 21,2 persen, Siak 19,0 persen, dan posisi terakhir diduduki Kota Pekanbaru dengan 11,4 persen. (AD)
Komentar Anda :