JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap tiga menteri kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) serius menindaklanjuti rekomendasi dalam mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Lembaga antirasuah telah mengirim rekomendasi tersebut pada 30 Maret lalu.
Ketiga menteri yang ditunjuk merespons rekomendasi terkait BPJS Kesehatan yakni, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
"KPK berharap ketiga kementerian tersebut menindaklanjuti rekomendasi KPK secara serius," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding kepada wartawan, Senin (8/6).
Ipi mengatakan pihaknya dalam waktu dekat akan mengagendakan pertemuan dengan tiga menteri itu untuk membahas kelanjutan rekomendasi dalam mengatasi defisit BPJS Kesehatan.
Dalam surat kepada Presiden Joko Widodo, kata Ipi, KPK merekomendasikan beberapa alternatif solusi dalam menekan beban biaya yang harus ditanggung BPJS Kesehatan tanpa harus menaikkan iuran peserta.
Rekomendasi itu antara lain, pemerintah lewat Kementerian Kesehatan agar menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), melakukan penertiban kelas rumah sakit, Mengakselerasi implementasi kebijakan coordination of benefit (COB) dengan asuransi kesehatan swasta.
Kemudian, mengimplementasikan kebijakan urun biaya (co-payment) untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 51 tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
Selain itu, menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan.
Terakhir terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan PNMK bertujuan untuk menekan perlakuan tidak perlu atau unnecessary treatment yang menyebabkan klaim tidak terkontrol.
Pahala menyebut perlu pembatasan manfaat untuk katastropik, penyakit yang muncul akibat gaya hidup. Usul itu muncul karena klaim lima penyakit katastropik, seperti jantung, diabetes, kanker, stroke dan gagal ginjal mencapai Rp28 triliun.
Menurutnya, pemerintah juga tak berinisiatif mengkoordinasikan BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta. Pahala berpendapat COB bertujuan untuk mengalihkan sebagian klaim-klaim BPJS dan mengurangi inefisiensi di tingkat kelembagaan.
"Sebenarnya 20-30 persen klaim yang di BPJS bisa dibagi dengan swasta. Mana yang dicover swasta, mana BPJS. Kita duga sekitar Rp600-Rp900 miliar bisa ditanggung oleh swasta," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran asuransi kesehatan tersebut. Jokowi menetapkan iuran BPJS peserta mandiri kelas I dan II naik mulai Juli 2020. Sementara iuran peserta mandiri kelas III naik pada 2021 nanti. (CNI)
Komentar Anda :