JAKARTA -- Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memasuki wilayah politik dengan mengadakan diskusi evaluasi pilkada langsung di sejumlah daerah.
Seperti diketahui, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Mabes Polri mengadakan penelitian berbentuk diskusi dengan tajuk "Dampak Positif dan Negatif Pelaksanaan Pilkada di Indonesia". Acara itu digelar di Sumatera Utara dan Jawa Timur.
Fahmi berpendapat ada ketidakpatutan saat Polri membuat penelitian mengenai sistem pemilihan umum yang jadi ranah lembaga lain, seperti KPU, Bawaslu, ataupun Kementerian Dalam Negeri.
"Enggak ada masalah secara normatif, hanya soal kepatutan. Mereka terlalu jauh masuk ke wilayah yang sarat kepentingan politik," kata Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/12).
Dia menganggap ada banyak tema penelitian lebih menarik yang bisa digelar Kepolisian. Terlebih, penelitian evaluasi pilkada sudah sering dilakukan dan dipublikasi lembaga penyelenggara mau pun pemantau pemilu.
Fahmi juga mengkritisi cara kepolisian menghelat penelitian. Dia bilang penelitian yang diadakan tiba-tiba dan tertutup dari publik tidak patut.
"Lebih tak patut lagi karena digelarnya seperti sebuah operasi intelijen," pungkasnya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan Sadikin menyampaikan evaluasi aspek keamanan dan pemetaan potensi konflik terkait pemilu wajar dilakukan kepolisian.
Namun, jika mengarah ke penilaian sistem pilkada langsung, diskusi itu bukan jadi kewenangan Polri sebagai aparat keamanan.
"Sebetulnya sih lebih tepatnya evaluasi atau rekomendasi Polri di aspek keamanan pemilu. Kalau kemudian sampai menentukan sistem pemilu mana yang lebih baik, itu sih saya pikir pihak lain yang punya relevansi membahas itu," kata Usep kepada CNNIndonesia.com, Rabu (4/12).
Usep juga mengkritisi tindakan para komisioner di daerah yang ikut dalam kegiatan tersebut. Dia mengingatkan setiap pernyataan pejabat KPU di daerah juga dimaknai sebagai sikap KPU secara kelembagaan.
Usep berpendapat seharusnya para komisioner bisa mempertimbangkan keputusan menghadiri diskusi yang berpotensi menimbulkan pro kontra. Terlebih lagi saat tahu tema acara berkaitan dengan penilaian terhadap pilkada langsung yang sedang menyita perhatian publik.
"Kalau ditanya apakah teman-teman komisioner perlu mengiyakan ajakan ini, melakukan evaluasi, harusnya teman-teman provinsi atau kabupaten/kota itu punya kesadaran kelembagaan KPU yang tertera di konstitusi," ucap dia.
Polri menginisiasi diskusi tentang evaluasi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Lewat kepolisian daerah (Polda), mereka mengundang Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) daerah.
Berdasarkan informasi yang didapatkan CNNIndonesia.com, diskusi diinisiasi Puslitbang Mabes Polri di Sumatera Utara dan Jawa Timur di hari yang sama, yaitu Senin, 4 November 2019. Acara difasilitasi oleh Polda Sumut dan Polda Jatim.
Gelaran itu sesuai dengan rencana Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang berencana mengevaluasi positif dan negatif dari pelaksanaan pilkada langsung. Namun, dia tidak pernah menyebut bahwa kepolisian yang akan menginisiasi evaluasi pilkada langsung.
Kabid Humas Polda Jatim Frans Barung Mangera mengatakan hasil diskusi akan dijadikan acuan kebijakan Polda Jatim. Selain itu, hasil riset tersebut akan diserahkan ke pemerintah secara internal.
Dia menjelaskan diskusi tidak diberitakan media massa karena sengaja digelar tertutup. Frans mengklaim diskusi berisi informasi intelijen kepolisian.
"Tidak (terbuka untuk publik) dong karena di situ ada yang namanya target operasi, hasil daripada laporan intelijen yang tidak boleh diketahui publik kan. Internal kita untuk menguatkan," ucap Frans saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (4/12). (CNI)
Komentar Anda :